

Tekab99.com, Jakarta – Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian kembali diguncang. Polsek Tamansari diduga telah menyalahgunakan wewenangnya dengan menahan sebuah kendaraan milik konsumen tanpa dasar hukum yang jelas. Bukan hanya hitungan hari atau minggu, tetapi selama 11 bulan kendaraan tersebut tertahan di kantor polisi tanpa kejelasan.
Lebih dari sekadar pelanggaran prosedur, tindakan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah kepolisian masih menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum yang netral, atau telah berubah menjadi alat kepentingan bisnis tertentu?
Kasus ini bermula dari sengketa kredit kendaraan. Konsumen yang mengalami keterlambatan pembayaran dua bulan mendapati mobilnya, Honda HRV dengan nomor polisi A 1137 WN, ditarik paksa oleh debt collector, lalu dititipkan di Polsek Tamansari dengan dalih perlindungan hukum. Sejak saat itu, mobil tersebut tak kunjung dikembalikan—bukan karena menjadi barang bukti dalam perkara pidana, tetapi karena adanya dugaan keberpihakan aparat terhadap kepentingan leasing.
Yang lebih mencengangkan, konsumen telah menunjukkan itikad baik dengan menawarkan pembayaran tiga bulan angsuran—lebih dari jumlah tunggakan. Namun, bukannya menerima solusi ini, pihak leasing justru mengambil langkah ekstrem: memblokir rekening bank konsumen dan melayangkan gugatan ke pengadilan.
Namun, dalam dua kali persidangan, pengadilan menolak gugatan leasing. Hakim menyatakan bahwa pihak leasing gagal membuktikan hubungan hukum yang sah antara PT Smart Finance dan PT Kwitan Putra Sejahtera. Dengan demikian, tidak ada dasar hukum bagi leasing untuk menahan kendaraan konsumen.
Tetapi pertanyaan besar yang belum terjawab: Atas dasar apa Polsek Tamansari masih menahan kendaraan ini selama 11 bulan?
Saat kuasa hukum konsumen, Andri Setiawan, S.H., mendatangi Polsek Tamansari untuk meminta pengembalian kendaraan, respons yang diterima justru semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang. Kasublit 1, Gultom, menolak menyerahkan mobil dengan alasan yang mengada-ada. “Lunasi dulu sisa tunggakannya,” ujarnya, seolah Polsek Tamansari bukan lagi penegak hukum, tetapi berubah menjadi petugas penagihan utang bagi leasing.
Sejak kapan kepolisian memiliki kewenangan untuk menahan kendaraan yang bukan barang bukti pidana? Sejak kapan kepolisian boleh berpihak kepada kepentingan bisnis tertentu?
Selama 11 bulan, konsumen harus berjuang menghadapi ketidakpastian hukum. Kendaraannya yang seharusnya berada dalam penguasaannya justru tertahan tanpa kejelasan. Ke mana lagi rakyat harus mengadu jika aparat yang seharusnya melindungi justru diduga melakukan praktik yang merugikan?
Tak ingin berlarut dalam ketidakadilan, kuasa hukum akhirnya mengambil langkah tegas. Dengan menggunakan towing, kendaraan tersebut dievakuasi paksa dari Polsek Tamansari dan dikembalikan kepada pemilik sahnya. Namun, perjuangan hukum tidak berhenti di situ. Laporan atas dugaan penyalahgunaan wewenang kini tengah disiapkan untuk diajukan ke Propam Polda Metro Jaya.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi integritas kepolisian. Jika memang Polsek Tamansari bertindak tanpa dasar hukum yang jelas, maka tindakan ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat.
Kini, bola panas ada di tangan Propam Polda Metro Jaya. Apakah kepolisian akan menegakkan hukum dengan adil dan memberikan sanksi kepada oknum yang menyalahgunakan kewenangannya? Ataukah kasus ini akan dibiarkan berlalu begitu saja, semakin menegaskan anggapan bahwa hukum di negeri ini hanya berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan kepentingan?
Publik menanti jawaban. Jika keadilan bisa dibeli, lalu ke mana rakyat harus mencari perlindungan? (Tim)
Pewarta: Spyn