Mafia Pupuk Kian Merajalela! Petani Merbau Mataram Menjerit, Gubernur Lampung Diminta Bertindak Tegas!

 

Tekab99.com, Lampung Selatan – Petani di Kecamatan Merbau Mataram, Lampung Selatan, menjerit akibat lonjakan harga pupuk bersubsidi yang semakin tak terkendali. Dugaan adanya mafia pupuk yang memainkan harga semakin kuat, sementara pemerintah daerah dan pusat belum mengambil tindakan tegas. Masyarakat mendesak Gubernur Lampung Rahmad Mirzani Djausal dan Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama untuk segera turun tangan dan memberantas praktik curang yang merugikan petani ini.

Harga pupuk subsidi jenis Orea dan Ponska yang biasa digunakan petani kini melambung jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Berdasarkan penuturan MS, seorang petani dari Desa Talang Jawa, harga pupuk Orea saat ini mencapai Rp. 140.000 per sak (50 kg), sementara Ponska mencapai Rp. 145.000 per sak. Padahal, HET yang ditetapkan pemerintah hanya Rp. 112.500 per sak untuk Orea dan Rp. 115.000 per sak untuk Ponska.

“Kami petani semakin susah! Harga pupuk subsidi seharusnya murah, tapi sekarang malah lebih mahal. Pemerintah harus turun tangan! Kalau begini terus, bagaimana kami bisa bertani?” keluh MS.

Dari hasil investigasi tim media, lonjakan harga ini diduga kuat akibat permainan pengecer yang menaikkan harga secara sepihak. Salah satu pengecer di Kecamatan Merbau Mataram yang enggan disebutkan namanya mengakui adanya kesepakatan di antara pengecer untuk menjual pupuk dengan harga lebih tinggi dari HET.

“Kami menjual Orea di harga Rp. 125.000 per sak dan Ponska Rp. 130.000 per sak. Itu pun sudah lebih murah dibanding harga yang dijual ke petani. Alasannya jelas, kami harus menutupi biaya transportasi,” ujar salah satu pengecer.

Namun, faktanya, petani justru membeli pupuk dengan harga lebih tinggi karena membelinya melalui kelompok tani. Ketua kelompok tani pun ikut mengambil keuntungan dengan menaikkan harga lagi sebelum pupuk sampai ke tangan petani.

 

Tak hanya itu, dugaan praktik suap dalam distribusi pupuk subsidi juga mencuat. Salah satu pengecer menyebut bahwa setiap kali satu rit mobil pupuk datang, mereka diwajibkan menyetor uang sebesar Rp. 80.000 kepada ketua pengecer. Dana ini disebut-sebut digunakan untuk “pengondisian” sejumlah pihak agar distribusi pupuk berjalan lancar tanpa gangguan.

“Setiap kali pupuk datang, kami harus setor uang. Kalau tidak, nanti ada masalah dalam distribusi,” ungkap sumber yang enggan disebut namanya.

Kenaikan harga pupuk subsidi ini tidak hanya terjadi di Kecamatan Merbau Mataram, tetapi juga di Kecamatan Tanjung Bintang, Tanjung Sari, dan Katibung. Fenomena ini semakin menguatkan dugaan bahwa permainan harga dilakukan secara sistematis oleh jaringan mafia pupuk.

 

Masyarakat dan petani kini berharap Gubernur Lampung Rahmad Mirzani Djausal dan Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama segera mengambil langkah nyata untuk menghentikan praktik ini. Mereka mendesak pemerintah untuk menindak tegas para pengecer dan distributor yang terbukti melakukan kecurangan.

“Jangan hanya diam! Kami butuh pemimpin yang benar-benar peduli. Kalau harga pupuk terus melambung, kami bisa bangkrut!” tegas seorang petani.

Jika pemerintah tidak segera bertindak, bukan hanya petani yang dirugikan, tetapi juga ketahanan pangan di Lampung Selatan yang semakin terancam. Petani yang merupakan tulang punggung sektor pertanian akan semakin terpuruk jika mafia pupuk dibiarkan bebas beroperasi.

Kini, bola panas ada di tangan Gubernur dan Bupati. Akankah mereka bertindak tegas membasmi mafia pupuk, atau justru membiarkan petani semakin menderita? (Tim) 

 

 

Pewarta: Spyn

Berita Terkait

KIE di Purwakarta Komarudin dan drg. ...
Diduga Langgar Aturan KUR, Bank Mandiri ...
Ketua Umum Lembaga PRL Apresiasi Langkah ...
“Sidang Rahasia Rakyat”: Ketika Wartawan Dianggap ...